Melano: “Carbon Trade Timbal Balik Kepada Masyarakat”
 |
S.M.
Melano |
Putussibau.
Kawasan Hutan Danau Siawan Belida,
seluas 39.000 ha memiliki nilai strategis dalam menopang kehidupan masyarakat
di sekitarnya dan berpotensi tinggi dalam mendukung pembangunan hijau di
Kabupaten Kapuas Hulu dan Provinsi Kalimantan Barat.
Karena itu Fauna & Flora
International (FFI-IP) bekerjasama dengan PT. Wana Hijau Nusantara (PT. WHN)
berupaya melestarikan kawasan ini melalui upaya restorasi ekosistem yang
diarahkan pada program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan
atau yang saat ini dikenal dengan REDD+.
Proses FPIC yang dibangun dengan
pertemuan konsultasi dan pembaruan informasi ini, tidak hanya untuk mencapai
tahap konsensus yang disepakati secara
tersurat dan formal, tetapi juga membangun komitment yang didasari saling
percaya antara masyarakat dan pihak pengembang program, untuk bersama-sama
mengumpulkan gagasan dan membuat rencana, serta berpartisipati dalam persiapan
membangun pengelolaan kolaboratif kawasan hutan Danau Siawan Belida.
Dalam Lokakarya Sosialisasi - konsultasi
- up date perkembangan Program DA-REDD+ Siawan Belida bulan lalu, telah
dihadiri oleh Peserta perwakilan masyarakat dari 8 desa stakeholder program,
dengan narasumber, diantaranya Muhammad Sukri (Sekda KH), Pak Indra Kumara
(Disbunhut KH), Dewi Rizki (PT.WHN) dan Sabinus M. Melano (FFI-IP).
Dari penyampaian materi – up date
informasi, selain perlunya fasilitasi
dan dukungan dari masyarakat kepada program Restorasi Ekositim / REDD+, tidak
dapat ditutup-tutupi adanya kekhawatiran masyarakat bilamana terjadi perubahan
status kawasan Siawan Belida dari status HPT berubah menjadi HL.
Dinamika komunikasi yang
"alot" diantara peserta kemudian terjadi, terkait bagaimana Sikap
& dukungan masyarakat terhadap PT. WHN. Masyarakat sesungguhnya setuju
dengan program restorasi ekosistim, namun belum dapat membuat pernyataan
dukungan kepada perusahaan, karena adanya keraguan atas status ijin dan karena
masih dibutuhkan tahapan –tahapan awal persetujuan untuk mencapai dukungan
penuh.
Pada bagian akhir lokakarya, masyarakat
akhirnya bersepakat menolak perubahan kawasan Siawan belida menjadi HL, dan
menyampaikan surat pernyataan resmi penolakan secara tertulis kepada
Pemerintah. Surat ini murni atas kehendak masyarakat (peserta lokakarya)
sebagai hasil pertimbangan masyarakat. Karena bila menjadi Hutan Lindung, maka
akses dan kegiatan masyarakat akan terbatas, maka mereka dengan TEGAS MENOLAK
HL, dan menyampaikan alasan-alasannya kepada instansi yang berwenang.
Lokakarya ini adalah sebagai sebuah
proses FPIC atau PADIATAPA (Persetujuan Atas Dasar Infomrasi Diawal Tanpa
Paksaan) dan ini memerlukan keterbukaan public, kepada semua stakeholder secara
adil dan berimbang, termasuk bagi perusahaan, pemerintah daerah. (release.Melano)
Dikatakan
Melano tujuan utama dari restorasi pada hutan kawasa Danau Siawan Belida yang menekankan
pada sekema kolaboratif ini adalah untuk memberikan timbal balik kepada
masyarakat dengan hasil menjaga dan mengelola hutan tersebut, dari hasil
Carbon-Trade. “Dalam komitmen yang akan kita sajikan tentu ada untuk Pemerintah
Daerah dan ada untuk masyarakat sekitar, disitu ada 14 poin namun akan kita
minta persetujuan dahulu,”timpal Melano.
Berkaitan
dengan timbal balik untuk masyarakat yang menjaga, itu dari hasil Carbon-Trade
yang dimana harus melalui beberapa tahapan sehingga mendapatkan rating dan
selanjutnya dukungan dana dari Negara luar. “Pertama masyarakat, FFI, WHN dan
Pemerintah Daerah menjaga dan mengelola hutan itu dengan sebaik mungkin,
kemudian kita akan mendapatkan sertifikat dari penilaian beberapa tim terkait
sehingga ada reting untuk penurunan emisi. Berdasarkan setifikat itulah
nantinya PT.WHN mengambil peran untuk selanjutnya mencari dana dari bursa
penekanan emisi, setelah menadapatkan dukungan maka akan selanjutnya
bantuan-bantuan itu yang kita serahkan kembali ke masyarakat setempat untuk
pembangunan linkungan dan kehidupannya. Inilah yang dimaksud timbal balik
Carbon-Trade ke masyarakat,”ulas Melano, panjang lebar.