Batu Akik Red Arwana (Carnelian Calsedony) Kapuas Hulu mulai menjadi sorotan para pecinta batu akik di Kalimantan Barat. Salah satu jenis batu yang paling diminati masyarakat adalah batu red arwana ( carnelian calsedony ). Meski belum setenar batu bacan dari halmahera, red arwana juga mampu laris di pasaran lokal dan nasional. Tertarik mengulas lebih dalam tentang red arwana, media ini mencoba menelusuri asal muasal batu tersebut. Adalah Oniet, warga Desa Lunsara, Kecamatan Putussibau Selatan, salah satu pencari batu red arwana yang berhasil ditemui. Ia pun menceritakan perjuangannya bersama rekan sekampungnya mencari krikil-kerikil red arwana yang ternyata beresiko tinggi terhadap nyawa mereka. Oniet yang tampak ditemani dua orang putra dan istrinya yang sedang hamil menceritakan, pencarian red arwana dimulai dari desa Lunsara menuju desa Sepan. Perjalanan ke desa Sepan membutuhkan waktu satu hari satu malam dengan menggunakan long-boat, melewati beberapa riam (sunggai ...
Foto: Warga Desa Bika, Kecamatan Bika, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat mendatangi kantor PT. BIA di Desa Pala Pulau, Kecamatan Putussibau Utara, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Senin (10/11/2025)/ Yohanes Santoso
Kapuas Hulu, khatulistiwamedia - PT. Borneo International Anugrah (PT.BIA), Desa Pala Pulau, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, didatangi puluhan warga Senin (10/11/2025). Warga yang datang berasal dari Desa Bika, Kecamatan Bika, Kapuas Hulu.
Warga marah karena hutan di desa mereka dibabat oleh pihak PT. BIA. Warga kemudian menuntut ganti rugi untuk 606 Hektare lahan yang telah digarap pihak PT.BIA dengan total tuntutan sekitar Rp 4,8 miliar.
Situasi sempat memanas, bahkan Manajer PT.BIA di Putussibau, Sugianto sempat akan ditahan warga karena tuntutan warga tidak mendapat kepastian persetujuan dari manajemen PT.BIA.
Koordinator Aksi Warga Desa Bika, Antonius menegaskan pihaknya menuntut PT.BIA. Pihak perusahaan tersebut sudah bayar adat pamali secara adat dengan jumlah Rp 40 juta, dana itu diterima pihak desa tapi disampaikan ke masyarakat sejumlah Rp 36 juta. "Ada juga hal lain yang disampaikan pihak perusahaan dan kami sadari pihak desa tidak terbuka akan hal ini," ujarnya.
Dari pihak desa juga disampaikan ada 606 Hektare yang tergarap PT.BIA, dari total luas keseluruhan 1.900 Hektare di Bika. Dari luasan lahan yang telah dibuka itu ternyata sudah ditanam sawit semua. "Padahal di lahan itu ada kayu-kayu besar, dan itu dikemanakan oleh PT.BIA. Maka kami tuntut Rp 8 juta per hektar lahan yang sudah dibuka dan kayu hutan kami itu," tegasnya
Sebelum tuntutan ini dipenuhi, lahan di desa Bika jangan ada pekerjaan dari PT. BIA. Masyarakat Bika juga tidak mengizinkan adanya pembuatan parit atau pembuangan limbah yang tembus ke sungai Kapuas, sebab ini bisa menyebabkan pencemaran lingkungan. "Kalau tuntutan tidak dipenuhi maka masyarakat akan memblokir lahan sawit yang ada di Desa Bika, dan mencabut semua tanaman sawit dan memusnahkannya," tegas Antonius.
Dia menegaskan masyarakat Bika tidak bertujuan untuk menghambat PT.BIA menggarap HGU-nya, tetapi pekerjaan itu harus terbuka dengan masyarakat. "Selama ini sudah ada peringatan ke perusahaan dari masyarakat, namun perusahaan hanya mengulur waktu," pungkasnya.
Sementara itu Sugianto, General Manager PT.BIA, menegaskan bahwa dirinya hanya perpanjang manajemen di pusat. Keputusan terkait ganti rugi yang diminta masyarakat harus diputuskan oleh manejemen di tingkat pusat.
"Kami belum bisa putuskan hari ini untuk tuntutan ini perlu waktu dua minggu," tuntasnya.
Pertemuan masyarakat Bika dengan pihak perusahaan PT.BIA turut diamankan oleh pihak Kodim 1206/Putussibau dan Polres Kapuas Hulu serta disaksikan oleh perwakilan Dinas Pertanian dan Pangan Kapuas Hulu.